Klik Me...

Featured Video

Senin, 22 Oktober 2012

Pemburu Rembulan, Kritik Sosial dan Keadaan Nyata Masyarakat Indonesia.

          Bangga dan Kagum adalah dua kata yang mengawali pemikiranku ketika membaca Novel ini. Bangga karena itu merupakan novel yang dibuat oleh Arul Chandrana, seorang teman, Brother in Islam dan sahabat. (ssstttt... jangan bilang siapa-siapa ya, meskipun hubungan kami datar-datar saja, namun kita sering berbeda paham lho.. Arul lebih condong ke idealisme agamisnya, dan aku malah condong ke idealisme pancasila. Hekhekhek..). lalu kenapa bangga? Tentu saja bangga jika mengingat perjuangan si Arul yang tanpa kenal lelah selalu menulis, menuangkan idealismenya serta usahanya demi menerbitkan buku dan novel-novelnya. (dia mengaku membutuhkan waktu selama 11 tahun lho. Ditambah lagi, dia pasti telah melakukan berbagai ritual pertapaan demi meluluhkan para penerbit yang kali aja ada yang khilaf dan terpesona hingga mau menerbitkan tulisannya yang membuat orang lain gila itu. xixixixi). Aku masih ingat ketika dia menyodorkan beberapa cerita ketika kita bertemu di koperasi mahasiswa beberapa tahun yang lalu. Dan aku juga masih ingat, betapa terperangahnya aku ketika membaca salah satu karyanya yang berjudul “Pemberontakan Kaum Pintar” yang berisikan bagaimana para orang pintar yang masih berstatus pelajar merasa terintimidasi dengan keadaan sosial yang terjadi di sekitarnya. Hingga muncul wacana untuk melakukan suatu pergerakan (meski waktu itu masih berupa bayang-bayang dan khayalan saja). Namun sayangnya, sampai saat ini si Arul tak lagi menyajikan kelanjutan cerita “Pemberontakan Kaum Pintar”
          
 Pemburu Rembulan, Bertemakan dunia pendidikan yang menjadi permasalahan nyata di indonesia, namun dirangkai dengan paduan kata yang tidak membosankan. Dipadu dengan “tunik” (kalau tidak salah, istilah ini juga aku dapatkan sewaktu membaca blognya si Arul), yakni gaya bahasa yang ringan dan penuh imaji dengan hasilnya adalah khayalan-khayalan lucu yang muncul dalam benak pembacanya. Arul benar-benar bisa membuat orang yang sudah gila sepertiku menjadi semakin gila setelah membaca karyanya kali ini.
          Sebagai orang yang interest terhadap bahasa dan keanekaragaman budaya di indonesia, melalui novel ini, aku baru tahu jika ada beberapa hal yang menarik untuk dibahas.
          Yang pertama tentu saja adalah bahasa itu sendiri. Lewat Novel Pemburu Rembulan ini, aku tahu beberapa kosa kata tentang bahasa Bawean (sebuah pulau di tengah laut jawa dimana novel ini mengambil tempat). Khasanah berbahasa yang sangat indah seperti istilah pemanggilan “Keraka” yang berarti kakak, serta “keranji” yang berarti adik tentu saja semakin mempertegas jika budaya kita yang menghormati orang lain dengan sebutan penghormatan dimanapun wilayah indonesia. Belum lagi dengan sebutan-sebutan macam “Rama” yang dahulunya adalah sebutan bagi para prajurit di kerajaan yang ada di Bawean. Dan yang menggelitikku adalah, ungkapan-ungkapan khas bawean yang sengaja dimasukkan oleh Arul sebagai upaya untuk semakin membuat para pembacanya merasakan seakan-akan hidup di bawean untuk sesaat.
          Hal lain yang menarik dari novel ini adalah tentang realita yang diangkat oleh sang penulis. Dari ratusan halaman novel yang telah aku baca, namun, ada satu hal yang begitu aku ingat. Budaya nepotisme yang telah mengakar kuat di indonesia membuat sang penulis menyitir dengan bahasa yang lugas. Sebagai contohnya adalah “nepotisme yang membutakan, asal masih saudara kepala sekolah, atau sanak guru senior, tak peduli sehancur apa kualitasnya, orang itu akan tetap dipertahankan. Sebuah tindakan konyol yang dengan gila dipertahankan terus menerus. Menelan racun untuk menyembuhkan, mana bisa?”. Sepintar apapun, semenarik apapun, sekreatif apapun seseorang, jika dia tidak memiliki kerabat disana, dia akan terlempar. Sangat nyata kan, apa yang diungkapkan oleh Arul? Bukti lain adalah ketika Arul mencoba melamar menjadi Pekerja sebuah Perpustakaan. Namun ditolak (karena Arul tidak punya koneksi. xixixi) dan bisa ditebak, yang diterima adalah keponakan dari “orang dalam” itu sendiri.
          Tak hanya itu yang aku soroti, namun aku juga menyoroti tentang betapa kayanya negaraku ini dalam segi budaya. Tentang folklore (cerita rakyat), di bawean (juga aku tahu dari Novel ini) ternyata ada hantu yang paling ditakuti se Pulau itu (pasti hantunya bangga banget ya. Menjadi the One yang paling ditakuti se bawean.). ilung Lanjang namanya, sesosok kakek tua renta yang berjalan tertatih, dan menggunakan tongkat sebagai penyangga tubuhnya. Dia akan datang ketika ada seseorang yang merasa sendirian, kemudian menculiknya dan pada akhirnya orang itu tidak akan kembali lagi. (ini yang membuat Arul yang sudah cenderung tidak berperikehantuan menjadi takut untuk tidur di beranda depan rumah pak Mustar- tempat Arul dan amar menginap ketika berada di bawean). Budaya sesajen juga masih hidup di pulau ini. Namun, apa jadinya ketika sesajen yang lezat itu ditemukan Arul?? Pasti akan ada hal-hal lucu untuk diketahui...

namun, jangan heran juga sewaktu membaca novel ini, ternyata kesenjangan sosial di negara kita masih begitu kentara. Pulau Bawean yang terletak tak jauh dari Pulau Jawa, dan relatif dekat untuk dijangkau pun keadaannya sangat tidak diperhatikan oleh pemerintah. apalagi daerah-daerah terpencil yang berada di ujung negeri?? harapan untuk hidup layak pasti akan semakin sulit...
          Hmmm.... yang paling membuat terpingkal-pingkal tentu saja ketika aku membaca bagian amar dalam memperkenalkan umbi schratopy, sang imam dan kutu hyena, dan tak lupa kisah cinta Arul di masa silam. Mengenai kisah cinta Arul, jangan sedih sobat, karena jika kita membaca novel ini, maka kau akan bersyukur karena kisah cintamu tentulah ribuan kali lebih indah daripada yang Arul hadapi. Coba bayangkan, kelas 2 SMP Arul sudah naksir dengan temannya, namun patah hati 5 kali karena si cewek 5 kali menggandeng cowok yang berbeda dan tanpa sekalipun Arul mendapatkan kesempatan untuk mendekatinya.
          Lain lagi ketika beranjak masa SMA. Arul mendapatkan pengungkapan cinta dari temannya ketika malam perpisahan kelas. Dan yang paling mengenaskan adalah ketika masa kuliah sewaktu dia diajak ketemuan oleh cewek di malam minggu. Namun karena ulah david, yang membuatnya diculik alien, maka Arul pun telat untuk datang ke acara ketemuan. Dan hasilnya adalah selama seminggu dia mengigau dengan igauan berupa kalimat yang sama.. yakni….“kembalikan malam mingguku, kembalikan malam mingguku, kembalikaaaaaaaaaaaaaaannnnn.....”
          Untuk sang imam dan kutu hyena, ada pertempuran terselubung antara Arul dan amar.. kita pasti akan tertawa berguling-guling ketika membaca yang bab ini. Dan saran dari aku, jangan dibaca di keramaian, karena bisa-bisa dikatain sebagai ABG (Anak Baru Gila) nanti.. heheheh
          Namun, yang membedakan novel ini dengan yang lain tentu saja unsur cintanya.. hmmm... kenapa berbeda? Temukan jawabannya di Novel “Pemburu Rembulan” ini...
Satu hal yang membuat aku bingung adalah tentang David. Dia diceritakan meninggal dalam kecelakaan tahun 2004 dulu. Demikian larutnya aku ketika membacanya, dan mulai berfikir jika kisah tentang david seakan nyata, karena dirangkai dengan kalimat yang indah, maka dengan penuh inisiatif, aku hubungi Arul Via SMS. Dan apa jawabnya si Arul. Dengan wajah yang tidak ganteng-ganteng amat, dia menjawab “hehehehe... David memang akan selalu menjadi tokoh yang dimatikan. hehehe”. Busyet deh...
          Hmmm... kesimpulan dariku, bagi para pendidik, novel ini sangat cocok untuk dibaca dan jika mungkin ditiru tentang bagaimana belajar yang sebenarnya adalah suatu kegiatan bermain antara pengajar dan yang diajari.. Arul mendobrak pola pengajaran yang kolot dengan menampilkan tokoh bernama Hirzi yang mewakili tipe pendidikan zaman kita kecil dulu yang penuh dengan kegarangan, dan menampilkan karakter siswa yang berbeda lewat 13 anak murid TPA Somor. (serasa membaca Laskar Pelangi Made in Bawean)

          Dan jika ingin berdiskusi tentang hal-hal menarik novel ini, silahkan menghubungi aku di armadatsania@gmail.com, atau langsung saja ke
untuk Arul, Selalu berkarya saudaraku... aku tunggu novel kedua dan ketiganya... (bocoran, bagi penggemar Arul Chandrana, penulis novel yang menyebarkan virus-virus tertawa berguling-guling, novel kedua dan ketiganya sedang proses penggarapan. Bagi yang menyukai kisah roman mengharu biru, ada di novel ke 3 nanti, dan yang menyukai petualangan dan hewan plus fiksi, ada di novel ke 2 nanti. Untuk judulnya, masih rahasia. hehehe)
dan, secara pribadi, ingin sekali aku membaca kelanjutan kisah antara Amar, Arul dan Hirzi di Novel Pemburu Rembulan II (mungkin nanti judulnya akan berbeda… missal menjadi “pemburu rembulan: usaha penyatuan” atau bahkan mungkin “Pemburu Rembulan: Mukjizat Bagi Pecundang Asmara”. wkwkwkwk)

Senin, 15 Oktober 2012

Topeng Monyet, Sarana Pengalih Kejenuhan Belajar Siswa


Ketika otak selalu dipaksakan untuk belajar secara terus menerus, kemungkinan mengalami kebosanan sangatlah besar. Bila tidak diselingi dengan refreshing, maka, stress tingkat tinggi bisa melanda. Dan sayangnya, hal ini tidak hanya terjadi pada mereka yang sudah berumur saja, namun juga menyerang mereka yang masih duduk di meja belajar. Bahkan pelajar sekolah dasar sekalipun. Berdasarkan pemikiran ini, maka, sebagai sekolah yang sudah berpedoman sebagai Sekolah Ramah Anak, SD Negeri 2 Mojosari mengadakan refreshing sementara bagi seluruh warga sekolah guna menghindari stress tingkat akut yang dikhawatirkan melanda siswa-siswanya yang tengah serius belajar.
          Namun, jangan salah faham dulu, proses refreshing ini sama seklai tidak mengganggu jalannya pembelajaran yang tengah digulirkan. Pasalnya, hal ini dilakukan ketika jadwal pengayaan. Jadi, sama sekali tidak mengganggu pembelajaran yang memang menjadi hak bagi setiap siswa.
          Dan gayung pun bersambut, pada hari sabtu, tanggal 9 september 2012 kemarin, pihak sekolah, yang dikoordinir oleh bapak nur Fathoni, S.Pd.SD, menggelar pertunjukkan terbuka bagi seluruh siswa. Bertepatan dengan kabar tentang adanya topeng monyet yang berkeliling didaerah sedan dan sekitarnya, maka dengan kesepakatan bersama, pihak sekolah menghadirkannya untuk melakukan pertunjukan di halaman sekolah. Namun jangan takut, dana yang dipakai bukanlah dana sekolah, namun murni merupakan dana iuran dari bapak dan ibu guru. Setiap bapak/ibu guru dikenai iuran sebesar Rp. 5.000, dan selain itu, para pemain topeng monyet juga masih tetap diperbolehkan untuk menarik uang dari anak-anak dan warga sekitar yang melihat.
          Antusiasme tentu saja sangat besar, karena salah satu bentuk kesenian rakyat tradisional yang makin punah ini menunjukkan berbagai atraksi yang sangat menghibur. Kelompok topeng monyet yang berasal dari daerah Cepu, Blora, Jawa Tengah ini antara lain mempertunjukkan bagaimana ahlinya sang monyet dalam melakukan gerakan naik sepeda motor, gerakan sholat, naik becak, memainkan senapan, dan lain sebagainya. Bahkan, para siswa pun sangat merasa nyaman ketika mereka mengelus-elus sang monyet yang sudah sangat bersahabat itu. lalu, bagaimana keseruan yang terjadi? Bisa dilihat sendiri pada sebagian potret yang mengabadikan pertunjukan hari itu... 















          Ada beberapa hal yang perlu dishare disini, diantaranya adalah, pendidik harusnya tidak terlalu memaksakan kemampuan siswa untuk menelan berbagai macam pelajaran yang sangat berat. jika mereka sudah merasa sangat jenuh, tak ada salahnya jika pihak sekolah mengajak mereka untuk melakukan refreshing ringan untuk menjernihkan kembali pikiran anak-anak yang telah dijejali berbagai macam pelajaran. Refreshing yang dilakukan pun tak perlu memakan banyak biaya ataupun waktu. Karena bisa saja para siswa diajak untuk bercanda sejenak sebelum melanjutkan pembelajaran selanjutnya.
          Membina kedekatan dengan peserta didik sangatlah penting. Karena jika sang guru dekat dengan mereka, maka anak-anak akan lebih mudah untuk menurut daripada kita menggunakan pemberitahuan yang cenderung keras ataupun kasar.
          Keramahan terhadap anak harus semakin ditingkatkan demi perkembangan emosional anak. Tujuan utama pendidikan di indonesia bukan hanya menekankan pintarnya seorang peserta didik, namun juga sikap, akhlak dan perilaku peserta didik yang menjalani proses pembelajaran.

M. Qiwamuddin, Juara I Lomba Adzan Mapsi 2012 Sedan


 

Minggu, 07 Oktober 2012

Profitclicking, Iseng-Iseng Dapat Dolar


Heheheheh… kerja gratisan, dan udah dapat dolar pertama di wallet….
Ini lho buktinya…

Pengen ikutan? Disini nih daftarnya…
Klik Disini

Kamis, 04 Oktober 2012

Ketua Adalah Pembantu, Pemimpin Adalah Pelayan


Menjadi seorang pemimpin adalah impian bagi sebagian orang. Tak terkecuali oleh mereka yang sedang berada di masa remaja. Menjadi seoprang pemimpin menjadi idaman bagi sebagian masyarakat. Bahkan mereka melakukan berbagai macam cara dan jalan untuk bisa menjadi seorang pemimpin. Terkadang bahkan menggunakan cara-cara yang tak lazim. 

          Namun apakah kita sadar, menjadi seorang pemimpin berarti sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Jika kita mengingat sebuah ajaran bahwa setiap manusia adalah pemimpin (bagi dirinya sendiri), dan kelak di hari kemudian mereka akan dimintai pertanggungjawabannya sebagai seorang pemimpin, maka menjadi pemimpin ummat tentulah sangat berat, terlebih ketika kita akan dimintai pertanggungjawaban dari segenap rakyat yang dipimpin.
 Mengingat betapa beratnya menjadi seorang pemimpin, tak mengherankan jika Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib menangis ketika terpilih menjadi pemimpin ummat islam pada masanya. Tak mengherankan pula ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun mengatakan suatu amanat yang sangat berat dan berpotensi menimbulkan fitnah ketika beliau terpilih untuk menjadi khalifah. Bahkan beliau juga menyatakan bahwa menjadi seorang pemimpin merupana suatu musibah baginya, dan rentan terjerumus ke neraka karena besarnya beban menjadi seorang pemimpin.

Ketika sebagian orang ingn menjadi seorang pemimpin, karena ingin di “wah”, ingin dihormati, ataupun ingin disanjung, tak ada salahnya jika kiranya pada tulisan kali ini kita mencoba merubah paradigma kita bagaimana sebenarnya hakikat dari seorang pemimpin itu.
Ketika masa kuliah, banyak sekali bermunculan para pemimpin organisasi kemahasiswaan yang rata-rata menjadi sangat congkak dan merasa dirinya lebih dari sekedar “orang biasa/mahasiswa biasa” karena statusnya sebagai seorang ketua. Namun, tidak halnya dengan prinsip yang aku anut selama ini. Walaupun tidak pernah menjadi seorang pemimpin utama (SMA hanya menjadi Wakil Ketua OSIS, waktu kuliah menjadi Manajer Koperasi Mahasiswa Unit Komputer, dan Ketua II Dewan Perwakian Mahasiswa), namun tetaplah prinsip harus ditegakkan.
Dalam pemikiranku (dan seharusnya dalam pemikiran setiap orang yang menjadi pemimpin dimanapun mereka berada), menjadi seorang pemimpin haruslah ingat 2 hal yakni “Ketua adalah pembantu, dan Pemimpin adalah pelayan”. Jika mereka menerapkan pemikiran ini dalam mindsetnya, ketika menjadi seorang pemimpin, maka arogansi, kecongkakan karena merasa derajatnya lebih tinggi daripada orang lain tak akan pernah muncul.

Menjadi seorang ketua, haruslah mempersiapkan diri menjadi seorang pelayan bagi mereka yang berada dibawah perintahnya. Begitu juga menjadi seorang pemimpin, harus mampu dan bersedia melayani kependtingan masyarakat yang dipimpinnya. Karena ketika kita terpilih menjadi ketua ataupun pemimpin, mereka yang berada dibawah kita akan menjadi tanggung jawab kita dalam hal apapun. Kita tidak hanya bertanggung jawab atas diri kita sendiri, namun juga bertanggung jawab atas orang lain.
Namun, tak perlu takut menjadi seorang pemimpin, karena dalam sejarah pun banyak kita temui pemimpin yang layak dicontoh. Kita bisa mencontoh pola kepemimpinan yang ada dalam diri Nabi Muhammad SAW, yang menyandang sebagai pemimpin terbesar sepanjang sejarah manusia, Pola Kepemimpinan Khulafaur Rsayidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Umar Bin Abdul Aziz yang memimpin dengan penuh keadilan. Bahkan kita juga bisa menemukan sosok pemimpin hebat di masa jauh setelah khulafaur Rasyidin seperti Harun Al-Rasyid, Muhammad Al Fatih (Muhammad The Conqueror), khalifah dinasti Utsmaniyyah Turki yang memimpin penaklukan konstantinopel (Istanbul), Sholahuddin Al- Ayyubi (Saladin) pemimpin Pejuang Islam dalam perang Salib, dst.
Bahkan dalam dunia modern kita juga mengenal banyak pemimpin bijak semacam Mahatma Gandhi dari India, Martin Luther King Jr, El-Che Guevara, Abraham Lincoln, Presiden Uruguay (Amerika Latin) yang memberikan 90% gajinya kepada kaum miskin, dan yang terbaru adalah Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Republik Revolusioner Iran. Presiden iran yang sederhana, dan tidak pernah mau mengambil gajinya sebagai seorang presiden.

Jika menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang bijak, karena pada hakikatnya, “Ketua Adalah Pembantu, dan Pemimpin Adalah Pelayan”

Mungkin Anda Juga Harus Baca

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...