Bangga
dan Kagum adalah dua kata yang mengawali pemikiranku ketika membaca Novel ini.
Bangga karena itu merupakan novel yang dibuat oleh Arul Chandrana, seorang
teman, Brother in Islam dan sahabat. (ssstttt... jangan bilang siapa-siapa ya,
meskipun hubungan kami datar-datar saja, namun kita sering berbeda paham lho.. Arul
lebih condong ke idealisme agamisnya, dan aku malah condong ke idealisme
pancasila. Hekhekhek..). lalu kenapa bangga? Tentu saja bangga jika mengingat perjuangan
si Arul yang tanpa kenal lelah selalu menulis, menuangkan
idealismenya serta usahanya demi menerbitkan buku dan novel-novelnya. (dia
mengaku membutuhkan waktu selama 11 tahun lho. Ditambah lagi, dia pasti telah
melakukan berbagai ritual pertapaan demi meluluhkan para penerbit yang kali aja
ada yang khilaf dan terpesona hingga mau menerbitkan tulisannya yang membuat
orang lain gila itu. xixixixi). Aku masih ingat ketika dia menyodorkan beberapa
cerita ketika kita bertemu di koperasi mahasiswa beberapa tahun yang lalu. Dan
aku juga masih ingat, betapa terperangahnya aku ketika membaca salah satu
karyanya yang berjudul “Pemberontakan Kaum Pintar” yang berisikan bagaimana
para orang pintar yang masih berstatus pelajar merasa terintimidasi dengan
keadaan sosial yang terjadi di sekitarnya. Hingga muncul wacana untuk melakukan
suatu pergerakan (meski waktu itu masih berupa bayang-bayang dan khayalan saja).
Namun sayangnya, sampai saat ini si Arul tak lagi menyajikan kelanjutan cerita “Pemberontakan
Kaum Pintar”
Pemburu Rembulan, Bertemakan
dunia pendidikan yang menjadi permasalahan nyata di indonesia, namun dirangkai
dengan paduan kata yang tidak membosankan. Dipadu dengan “tunik” (kalau tidak
salah, istilah ini juga aku dapatkan sewaktu membaca blognya si Arul), yakni
gaya bahasa yang ringan dan penuh imaji dengan hasilnya adalah
khayalan-khayalan lucu yang muncul dalam benak pembacanya. Arul benar-benar
bisa membuat orang yang sudah gila sepertiku menjadi semakin gila setelah
membaca karyanya kali ini.
Sebagai
orang yang interest terhadap bahasa dan keanekaragaman budaya di indonesia,
melalui novel ini, aku baru tahu jika ada beberapa hal yang menarik untuk
dibahas.
Yang
pertama tentu saja adalah bahasa itu sendiri. Lewat Novel Pemburu Rembulan ini,
aku tahu beberapa kosa kata tentang bahasa Bawean (sebuah pulau di tengah laut
jawa dimana novel ini mengambil tempat). Khasanah berbahasa yang sangat indah
seperti istilah pemanggilan “Keraka” yang berarti kakak, serta “keranji” yang
berarti adik tentu saja semakin mempertegas jika budaya kita yang menghormati
orang lain dengan sebutan penghormatan dimanapun wilayah indonesia. Belum lagi
dengan sebutan-sebutan macam “Rama” yang dahulunya adalah sebutan bagi para
prajurit di kerajaan yang ada di Bawean. Dan yang
menggelitikku adalah, ungkapan-ungkapan khas bawean yang sengaja dimasukkan
oleh Arul sebagai upaya untuk semakin membuat para pembacanya merasakan
seakan-akan hidup di bawean untuk sesaat.
Hal
lain yang menarik dari novel ini adalah tentang realita yang diangkat oleh sang
penulis. Dari ratusan halaman novel yang telah aku baca, namun, ada satu hal
yang begitu aku ingat. Budaya nepotisme yang telah mengakar kuat di indonesia
membuat sang penulis menyitir dengan bahasa yang lugas. Sebagai contohnya
adalah “nepotisme
yang membutakan, asal masih saudara kepala sekolah, atau sanak guru senior, tak
peduli sehancur apa kualitasnya, orang itu akan tetap dipertahankan. Sebuah tindakan
konyol yang dengan gila dipertahankan terus menerus. Menelan racun untuk menyembuhkan,
mana bisa?”. Sepintar apapun, semenarik apapun, sekreatif
apapun seseorang, jika dia tidak memiliki kerabat disana, dia akan terlempar.
Sangat nyata kan, apa yang diungkapkan oleh Arul?
Bukti lain adalah ketika Arul mencoba melamar menjadi Pekerja sebuah
Perpustakaan. Namun ditolak (karena Arul tidak punya koneksi. xixixi) dan bisa
ditebak, yang diterima adalah keponakan dari “orang dalam” itu sendiri.
Tak
hanya itu yang aku soroti, namun aku juga menyoroti tentang betapa kayanya
negaraku ini dalam segi budaya. Tentang folklore (cerita rakyat), di bawean (juga aku tahu dari Novel ini) ternyata ada hantu yang
paling ditakuti se Pulau itu (pasti hantunya bangga banget ya. Menjadi the One
yang paling ditakuti se bawean.). ilung
Lanjang namanya, sesosok kakek tua
renta yang berjalan tertatih, dan menggunakan tongkat sebagai penyangga tubuhnya.
Dia akan datang ketika ada seseorang yang merasa sendirian, kemudian
menculiknya dan pada akhirnya orang itu tidak akan kembali lagi. (ini yang
membuat Arul yang sudah cenderung tidak berperikehantuan menjadi takut untuk
tidur di beranda depan rumah pak Mustar- tempat Arul dan amar menginap ketika
berada di bawean). Budaya sesajen juga masih hidup di pulau ini. Namun, apa
jadinya ketika sesajen yang lezat itu ditemukan Arul?? Pasti akan ada hal-hal
lucu untuk diketahui...
namun, jangan heran juga sewaktu membaca novel ini, ternyata kesenjangan sosial di negara kita masih begitu kentara. Pulau Bawean yang terletak tak jauh dari Pulau Jawa, dan relatif dekat untuk dijangkau pun keadaannya sangat tidak diperhatikan oleh pemerintah. apalagi daerah-daerah terpencil yang berada di ujung negeri?? harapan untuk hidup layak pasti akan semakin sulit...
Hmmm....
yang paling membuat terpingkal-pingkal tentu saja ketika aku membaca bagian
amar dalam memperkenalkan umbi schratopy, sang imam dan kutu hyena, dan tak
lupa kisah cinta Arul di masa silam. Mengenai kisah cinta Arul, jangan sedih
sobat, karena jika kita membaca novel ini, maka kau akan bersyukur karena kisah
cintamu tentulah ribuan kali lebih indah daripada yang Arul hadapi. Coba
bayangkan, kelas 2 SMP Arul sudah naksir dengan temannya, namun patah hati 5
kali karena si cewek 5 kali menggandeng cowok yang berbeda dan tanpa sekalipun Arul
mendapatkan kesempatan untuk mendekatinya.
Lain
lagi ketika beranjak masa SMA. Arul mendapatkan pengungkapan cinta dari
temannya ketika malam perpisahan kelas. Dan yang paling mengenaskan adalah
ketika masa kuliah sewaktu dia diajak ketemuan oleh cewek di malam minggu.
Namun karena ulah david, yang membuatnya diculik alien, maka Arul pun telat
untuk datang ke acara ketemuan. Dan hasilnya adalah selama seminggu dia mengigau dengan igauan berupa kalimat yang sama.. yakni….“kembalikan
malam mingguku, kembalikan malam mingguku, kembalikaaaaaaaaaaaaaaannnnn.....”
Untuk
sang imam dan kutu hyena, ada pertempuran terselubung antara Arul dan amar..
kita pasti akan tertawa berguling-guling ketika membaca yang bab ini. Dan saran
dari aku, jangan dibaca di keramaian, karena bisa-bisa dikatain sebagai ABG
(Anak Baru Gila) nanti.. heheheh
Namun,
yang membedakan novel ini dengan yang lain tentu saja unsur cintanya.. hmmm...
kenapa berbeda? Temukan jawabannya di Novel “Pemburu Rembulan” ini...
Satu hal yang membuat aku
bingung adalah tentang David. Dia diceritakan meninggal dalam kecelakaan tahun
2004 dulu. Demikian larutnya aku ketika membacanya, dan mulai berfikir jika kisah tentang david seakan
nyata, karena dirangkai dengan kalimat yang indah, maka
dengan penuh inisiatif, aku hubungi
Arul Via SMS. Dan apa jawabnya si Arul. Dengan wajah yang tidak ganteng-ganteng
amat, dia menjawab “hehehehe... David memang akan selalu menjadi tokoh yang
dimatikan. hehehe”. Busyet deh...
Hmmm...
kesimpulan dariku, bagi para pendidik, novel ini sangat cocok untuk dibaca dan
jika mungkin ditiru tentang bagaimana belajar yang sebenarnya adalah suatu
kegiatan bermain antara pengajar dan yang diajari.. Arul mendobrak pola
pengajaran yang kolot dengan menampilkan tokoh bernama Hirzi yang mewakili tipe pendidikan zaman kita kecil dulu
yang penuh dengan kegarangan, dan menampilkan karakter siswa
yang berbeda lewat 13 anak murid TPA Somor. (serasa
membaca Laskar Pelangi Made in Bawean)
Dan
jika ingin berdiskusi tentang hal-hal menarik novel ini, silahkan menghubungi
aku di armadatsania@gmail.com, atau
langsung saja ke
untuk
Arul, Selalu berkarya saudaraku...
aku tunggu novel kedua dan ketiganya... (bocoran, bagi penggemar Arul Chandrana,
penulis novel yang menyebarkan virus-virus tertawa berguling-guling, novel
kedua dan ketiganya sedang proses penggarapan. Bagi yang menyukai kisah roman
mengharu biru, ada di novel ke 3 nanti, dan yang menyukai petualangan dan hewan
plus fiksi, ada di novel ke 2 nanti. Untuk judulnya, masih rahasia. hehehe)
dan,
secara pribadi, ingin sekali aku membaca kelanjutan kisah antara Amar, Arul dan
Hirzi di Novel Pemburu Rembulan II (mungkin nanti judulnya akan berbeda… missal
menjadi “pemburu rembulan: usaha penyatuan” atau bahkan mungkin “Pemburu
Rembulan: Mukjizat Bagi Pecundang Asmara”. wkwkwkwk)