Menjadi seorang pemimpin
adalah impian bagi sebagian orang. Tak terkecuali oleh mereka yang sedang
berada di masa remaja. Menjadi seoprang pemimpin menjadi idaman bagi sebagian
masyarakat. Bahkan mereka melakukan berbagai macam cara dan jalan untuk bisa
menjadi seorang pemimpin. Terkadang bahkan menggunakan cara-cara yang tak
lazim.
Namun
apakah kita sadar, menjadi seorang pemimpin berarti sebuah tanggung jawab yang
sangat besar. Jika kita mengingat sebuah ajaran bahwa setiap manusia adalah
pemimpin (bagi dirinya sendiri), dan kelak di hari kemudian mereka akan
dimintai pertanggungjawabannya sebagai seorang pemimpin, maka menjadi pemimpin
ummat tentulah sangat berat, terlebih ketika kita akan dimintai
pertanggungjawaban dari segenap rakyat yang dipimpin.
Mengingat betapa beratnya
menjadi seorang pemimpin, tak mengherankan jika Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin
Khattab, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib menangis ketika terpilih menjadi
pemimpin ummat islam pada masanya. Tak mengherankan pula ketika Khalifah Umar
bin Abdul Aziz pun mengatakan suatu amanat yang sangat berat dan berpotensi
menimbulkan fitnah ketika beliau terpilih untuk menjadi khalifah. Bahkan beliau
juga menyatakan bahwa menjadi seorang pemimpin merupana suatu musibah baginya,
dan rentan terjerumus ke neraka karena besarnya beban menjadi seorang pemimpin.
Ketika sebagian orang ingn
menjadi seorang pemimpin, karena ingin di “wah”, ingin dihormati, ataupun ingin
disanjung, tak ada salahnya jika kiranya pada tulisan kali ini kita mencoba
merubah paradigma kita bagaimana sebenarnya hakikat dari seorang pemimpin itu.
Ketika masa kuliah, banyak
sekali bermunculan para pemimpin organisasi kemahasiswaan yang rata-rata menjadi
sangat congkak dan merasa dirinya lebih dari sekedar “orang biasa/mahasiswa
biasa” karena statusnya sebagai seorang ketua. Namun, tidak halnya dengan
prinsip yang aku anut selama ini. Walaupun tidak pernah menjadi seorang
pemimpin utama (SMA hanya menjadi Wakil Ketua OSIS, waktu kuliah menjadi
Manajer Koperasi Mahasiswa Unit Komputer, dan Ketua II Dewan Perwakian
Mahasiswa), namun tetaplah prinsip harus ditegakkan.
Dalam pemikiranku (dan
seharusnya dalam pemikiran setiap orang yang menjadi pemimpin dimanapun mereka
berada), menjadi seorang pemimpin haruslah ingat 2 hal yakni “Ketua adalah pembantu,
dan Pemimpin adalah pelayan”. Jika mereka menerapkan pemikiran ini dalam
mindsetnya, ketika menjadi seorang pemimpin, maka arogansi, kecongkakan karena
merasa derajatnya lebih tinggi daripada orang lain tak akan pernah muncul.
Menjadi seorang ketua,
haruslah mempersiapkan diri menjadi seorang pelayan bagi mereka yang berada
dibawah perintahnya. Begitu juga menjadi seorang pemimpin, harus mampu dan
bersedia melayani kependtingan masyarakat yang dipimpinnya. Karena ketika kita
terpilih menjadi ketua ataupun pemimpin, mereka yang berada dibawah kita akan
menjadi tanggung jawab kita dalam hal apapun. Kita tidak hanya bertanggung
jawab atas diri kita sendiri, namun juga bertanggung jawab atas orang lain.
Namun, tak perlu takut
menjadi seorang pemimpin, karena dalam sejarah pun banyak kita temui pemimpin
yang layak dicontoh. Kita bisa mencontoh pola kepemimpinan yang ada dalam diri
Nabi Muhammad SAW, yang menyandang sebagai pemimpin terbesar sepanjang sejarah
manusia, Pola Kepemimpinan Khulafaur Rsayidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali),
Umar Bin Abdul Aziz yang memimpin dengan penuh keadilan. Bahkan kita juga bisa
menemukan sosok pemimpin hebat di masa jauh setelah khulafaur Rasyidin seperti
Harun Al-Rasyid, Muhammad Al Fatih (Muhammad The Conqueror), khalifah dinasti
Utsmaniyyah Turki yang memimpin penaklukan konstantinopel (Istanbul), Sholahuddin
Al- Ayyubi (Saladin) pemimpin Pejuang Islam dalam perang Salib, dst.
Bahkan dalam dunia modern
kita juga mengenal banyak pemimpin bijak semacam Mahatma Gandhi dari India,
Martin Luther King Jr, El-Che Guevara, Abraham Lincoln, Presiden Uruguay
(Amerika Latin) yang memberikan 90% gajinya kepada kaum miskin, dan yang
terbaru adalah Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Republik Revolusioner Iran. Presiden
iran yang sederhana, dan tidak pernah mau mengambil gajinya sebagai seorang
presiden.
Jika menjadi pemimpin,
jadilah pemimpin yang bijak, karena pada hakikatnya, “Ketua Adalah Pembantu,
dan Pemimpin Adalah Pelayan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar